Rabu, 18 Januari 2017

Penanganan Mananajemen Konflik

Pada dasarnya semua manusia tidak bisa terlepas dari sebuh konflik. Karena pada diri kita sendiri sesungguhnya sering terjadi konflik yaitu pertentangan antara kutub positif dan kutub negatif dalam diri. Artinya, bahwa sesungguhnya dalam diri kita sendiri membutuhkan suatu cara bagaimana mengendalikan pertentangan tersebut kearah yang tepat. Dari dalam diri saja sudah muncul pertentangan atau konflik. Bagaimana dengan lingkungan atau organisasi yang kita tempati saat ini, yang terdiri dari beberapa individu – individu yang mungkin masing – masing memiliki kepentingan ? Tentu saja potensi konflik semakin besar.
Konflik secara bahasa berasal dari configere yang artinya saling memukul. Konflik juga dapat dikatakan bahwa suatu pertentangan antara pihak tertentu dengan pihak lainnya untuk mencapai kepentingan pihak tersebut dan menyingkirkan pihak lawan. Dari pengertian tersebut, bahwa konflik secara implisit cenderung menakutkan karena memiliki dampak terhadap pihak yang berkonflik. Sedangkan disisi lain bahwa konflik merupakan suatu yang melekat pada kehidupan kita. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk memiliki kemampuan dan kecermatan dalam mengelola konflik.
Berdasarkan Fungsi
Konflik tidak hanya dianggap sebagai suatu masalah dalam organisasi, namun konflik juga memiliki  fungsi yang dapat meningkatkan karya organisasi. Adapun fungsi konflik diantaranya adalah :
  • Sebagai alat kohesi atau alat pemersatu
Bahwa konflik atau pertentangan akan menjadi suatu pemicu soliditas dalam kelompok. Karena dalam kelompok yang memiliki satu kepentingan, senasib dan satu musuh, akan membentuk kelompok yang erat berdasarkan persamaan tersebut. Begitupun dengan sejarah kemerdekaan Indonesia karena adanya persamaan nasib dari masyarakat seluruh nusatara terhadap negara kolonial pada saat itu. adapun contoh lain, pada saat era reformasi 98 untuk  menurunkan Presiden Soeharto oleh gerakan pemuda dan mahasiswa karena adanya satu pandangan dan satu nasib. Namun, semua itu karena adanya sebuah konflik dan dari contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa konflik berfungsi sebagai alat pemersatu.
  • Sebagai alat penyeimbang
Konflik dapat dikatakan sebagai alat penyeimbang yaitu ketika suatu pertentangan antara pihak yang memiliki otoritas dengan yang tidak dibekali otoritas. Namun, ketika konflik itu terjadi, semuanya bisa seimbang dan memiliki potensi untuk menjadi pemenang dalam konflik. Contohnya pada masa orde baru, Presiden Soeharto mampu menduduki status quo dengan masa jabatan kurang lebih 32 tahun. Beliau memiliki otoritas dan power yang sangat kuat pada masa itu. Namun, komunitas masyarakat dan mahasiswa yang memiliki power yang kecil akhirnya mampu mendesak penurunan Presiden Soeharto pada Mei 1998. Artinya bahwa pada fase konflik ini mampu membuat pihak – pihak tersebut sama – sama memiliki power yang kuat.
  • Sebagai alat pemicu kreativitas
Konflik memiliki potensi besar dalam merangsang kreativitas individu atau kelompok tertentu. Dengan adanya sebuah konflik, tentu saja pihak – pihak yang berkonflik selalu terus berupaya mencari starategi dan solusi untuk menghadapi konflik. Pada fase bahwa suatu hal yang alamih bahwa manusia akan muncul kreativitas karena berada dalam situasi yang terdesak oleh konflik.
Dari fungsi konflik diatas, maka dampak dari sebuah konflik dibagi menjadi dua yaitu dampak fungsional dan disfungsional. Dampak fungsional adalah dampak yang dihasilkan dari sebuah konflik yang menciptakan peningkatan karya terhadap organisasi. Sedangkan dampak disfungsinal adalah dampak dari sebuah konflik yang membuat penurunan karya organisasi. Dari dampak konflik tersebut, seorang pemimpin harus dapat memanage konflik agar mengarah pada dampak  fungsional  untuk kemajuan organisasi.
Bagiamana Mengelola Konflik ?
Dalam mengelola konflik haruslah diketahui dan dianalisa konteks dan konten dari sebuah konflik yang muncul. Konteks dari sebuah konflik yaitu runglingkup maupun pelaku konflik yang terlibat. Sedangkan konten adalah isi, muatan atau kualitas dalam sebuah konflik. Kedua hal tersebut perlu dianalisa agar dapat melakukan pendekatan penanganan konflik yang tepat agar menciptakan dampak fungsional. Konteks dari sebuah konflik dapat dilihat dari jenisnya baik konflik antar individu, invidu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok. Sedangkan konten adalah kualitas dari konflik yang muncul, termasuk kualitas para pelaku konflik. Setelah adanya suatu pemetaan terahdap konteks dan konten dari sebuah konflik, maka selanjutnya gunakan pendekatan penganan konflik yang tepat.
Penanganan konflik dapat dilakukan dengan lima gaya penanganan. Gaya tersebut dilakukan berdasarkan keterbilatan dan pengaruh antara diri kita dengan orang lain. Adapun lima gaya penanganan konflik adalah sebagai berikut :
  1. Integrating
Gaya penanganan ini merupakan salah satu gaya yang digunakan dengan gambaran bahwa perhatian terhadap diri kita tinggi dan perhatian terhadap orang lain juga tinggi. Gaya ini digunakan untuk penyelesaian konflik dari masalah yang kompleks.
  1. Obliging (Smoothing)
Bahwa gaya penanganan konflik ini menggambarkan bahwa perhatian terhadap diri kita rendah, sedangkan perhatian pada orang lain tinggi. Gaya ini biasanya digunakan untuk permasalahan yang tidak berpengaruh besar, sehingga kita mengakomodir kepentingan orang lain.
  1. Avoiding
Pada gaya ini menggambarkan bahwa perhatian terhadap diri sendiri rendah, dan perhatian terhadap orang lain juga rendah. Dalam hal ini penanganan konflik cenderung menghindar. Gaya penangan ini bersifat sementara dan bisa muncul kembali diwaktu yang akan datang.
  1. Dominating
Gambaran dari gaya ini adalah perhatian dari terhadap diri sendiri rendah, sedangkan perhatian terhadap orang lain tinggi. Penangan konflik dengan gaya ini biasanya dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas yaitu pimpinan yang memutuskan penanganan konflik karena desakan waktu yang harus diselesaikan segera mungkin.
  1. Kompromi
Gaya ini merupakan cara yang moderat dalam penyelesaikan konflik. Kompromi dilakukan dapat melalui pihak ketiga, sehingga hasil kesepakatan dapat beorintasi  jangka panjang.  Penerapan gaya ini tepat untuk kasus yang prinsipil dengan kekuatan dari masing – masing pihak yang kuat. Sehingga perlu adanya jalan penyelesaian untuk jangka panjang. Kelemahan dalam gaya ini adalah relative membuatuhkan waktu yang cukup lama.
Disadari bahwa pengelolaan konflik merupakan suatu hal penting untuk peningkatan kualitas organisasi, maka suatu point bagi kita jika memiliki kemampuan mengelolanya. Diawali dengan identifikasi baik secara konteks dan kontek dari sebuah konflik, maka selanjutnya gunakan gaya tepat untuk penanganan terhadap konflik yang muncul. Dengan demikian harapan kita untuk mengarahkan konflik yang membawa dampak fungsional akan terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar